Melansir dari detikTravel, Sabtu (21/9/2024), Oddity Central mengabarkan, sebelum tahun 2005, Desa Zhenlin, di Provinsi Jilin, China Utara, terisolasi dari peradaban dan terputus dari Sungai Taoer. Para penduduk mesti menempuh jarak sekitar 70 kilometer untuk mencapai jembatan terdekat.
Hal itu berubah ketika penduduk desa bernama Huang Deyi, yang sebelumnya mengoperasikan kapal feri kecil dari dan ke desa, memutuskan membangun jembatan kecil untuk penyeberangan.
Jembatan ponton yang kendati tak sempurna, tetapi disambut baik oleh masyarakat. Penduduk sekitar pun dengan sukarela membayar sedikit biaya kepada Huang untuk dapat menggunakannya.
Hal itu karena perjalanan di jembatan tersebut jauh lebih murah dan memakan sedikit waktu dibanding mesti berputar sejauh 70 km ke jembatan resmi terdekat.
Bisnis itu berjalan lancar, pada tahun 2014, Huang bersama 17 penduduk desa lainnya bahkan memperbaiki jembatan dengan mengelas 13 perahu logam untuk bisa menopang kendaraan yang lebih berat.
Namun, empat tahun kemudian, Otoritas Urusan Perairan Taonan datang dan memerintahkan pembongkaran jembatan tersebut. Huang dan keluarganya dianggap mengambil untung dari jembatan tersebut.
Dengan memindahkan jembatan, tak berarti Huang terbebas dari jeratan hukum. Pada tahun 2019 ia dan beberapa keluarganya ditahan dan didakwa dengan beberapa kejahatan. Ia dikabarkan telah mengumpulkan total 44 ribu Yuan atau sekitar Rp 94,8 juta dari kendaraan yang melintas pada 2014 hingga 2018.
Dalam investigasi selanjutnya, sejak tahun 2005, Huang telah memungut lebih dari 52 ribu Yuan atau sekitar Rp 112 juta. Ia pun dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan dua tahun masa percobaan.
Namun, Huang Deyi mengajukan banding atas vonis pengadilan tersebut. Ia mengakui bahwa jembatannya tidak disetujui pihak berwenang setempat, tetapi ia berargumen hanya melakukan untuk membantu masyarakart setempat.