Pertama, tidak dicontohkan oleh Nabi. Kedua, sangat mengganggu dan merusak keimanan. Ketiga, tanpa mengucapkan salam lintas agama kerukunan tetap terjaga. Keempat, masuk ke dalam do’a agama lain itu bertasyabbuh (menyamakan). Kelima, mendegradasi syakhsiyah (identitas/kepribadian). Keenam, terjebak sintkretisme. Ketujuh, bukti kelemahan dalam memahami agama. Kedelapan, sekuler dan korban dari politisasi.
Dengan tidak boleh menafikan keberadaan umat lain, maka umat Islam adalah mayoritas di Indonesia yang harus disadari dan diakui. Wajar jika umat Islam tampil percaya diri dengan keyakinan keagamaannya. Tidak terjebak oleh kebijakan politik yang memutarbalikkan dan melemahkan. Itu adalah politik penjajahan ala Snouck Hurgronje.
Dukung Fatwa MUI, karena itu sudah tepat dan benar. Mengingatkan umat Islam yang harus bangkit dan percaya diri. Jangan hanya menjadi obyek yang selalu membebek. Bebek yang digiring-giring oleh kemauan sang penggembala.
Rezim Jokowi adalah tukang menggiring bebek semaunya.
Umat Islam harus terus berlari ke depan. Membebaskan diri dari penindasan dan penjajahan. Bergerak dan berontak. Allahu Akbar.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 5 Juni 2024
Post Views: 13