by M Rizal Fadillah
Fatwa penting dan tepat telah dikeluarkan MUI berkaitan dengan salam lintas agama. Fatwa itu dikeluarkan saat Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se Indonesia akhir Mei 2024. Salam lintas agama seolah-olah sudah menjadi kebijakan Pemerintah. Para pejabat melakukan sosialisasi salam model tersebut seakan sedang menjalankan prinsip toleransi dan moderasi.
“Assalamu’alaikum, Salam Sejahtera, Om Swastiastu, Syalom, Nammo Budaya, dan Salam Kebajikan” adalah ucapan penggabungan enam agama. Mulai muncul di masa kepemimpinan Megawati lalu SBY dan lebih intensif di masa jokowi. Jokowi dan Prabowo mencontohkan ucapan salam “campur aduk” tersebut. MUI menilai salam lintas agama telah memasuki ruang akidah dan ibadah, karenanya terlarang atau haram bagi orang Islam.
Toleransi telah dimaknai salah yaitu dengan memasuki keyakinan agama lain. Misalnya ucapan Selamat Natal kepada umat Kristiani dan ucapan Selamat Iedul Fitri dari umat Kristiani kepada umat Islam. Lebih parah jika Shalawatan di Gereja dan menyanyi pujian Yesus di Masjid. Yang terbaru adalah salam do’a lintas agama tersebut. Filosofi toleransi kacau seperti ini sesungguhnya justru yang merusak kerukunan.
Menteri Agama Yaqut dipastikan tidak sepakat karena ia merasa sebagai Menteri “Semua Agama”. Walau disayangkan hal itu mengganggu identitasnya sebagai muslim. Menurutnya dengan ucapan salam lintas agama itu “Keimanan menjadi terganggu ? Kan tidak”.
MUI wajib menjaga kemurnian dan keselamatan akidah dan ibadah umat Islam. Karenanya harus berada di garda depan pembelaan dan pelurusan dalam beragama. Bertanggung jawab bukan saja kepada manusia akan tetapi kepada Allah SWT. Disinilah proporsi MUI sebagai lembaga penting yang menjadi rujukan bagi umat Islam.
Fatwa Haram salam lintas agama patut didukung oleh umat Islam. Sekurangnya beralasan bahwa :